Terlalu banyak cerita tentang kopi, sampai-sampai tak tahu harus mulai darimana. Terlalu banyak juga perusahaan yang kulamar, entah berapa lama lagi harus menunggu.
Menunggu, suatu kata yang mistik.
Seperti sebuah mantra yang memiliki daya sihir yang kuat.
Berkali-kali tawaran itu datang lalu pergi. Akhirnya yang ditunggu itu tak kunjung datang pula.
Menunggu tempat yang terbaik, itu cuma angan kosong. Sampai aku sadar, menunggu tidak hanya harus berpangku tangan.
Sambil berharap si harapan yang diharapkan itu tiba, ternyata menunggu dengan cara seperti itu hanya akan membuat mati gaya. Maka, menerima pinangan suatu tempat kerja tempat lain sepertinya tidak terlalu buruk.
Namun, bekerja itu ternyata kompleks. Idealnya adalah minat sesuai dengan kenyataan. Hal sepergi itu sepertinya hanya ada di dunia nirmala dan bona si gajah terbang. Yang tersisa hanya ada dua pilihan: menyesuaikan minat dengan kenyataan atau menyesuaikan kenyataan dengan minat.
Saat keduanya tidak bisa lagi diakomodasi, keluar menjadi pilihan yang menggoda.
Resign.
Akhirnya semua ini menuju ke sebuah perjalanan baru. Babak yang lama telah berakhir. Tugas semakin tak ringan. Teman yang bisa mengerti hanya kopi.
Kopi pahit.
Kata orang, pahitnya kopi jadi tak terasa saat kehidupanmu lebih pahit. Tapi aku lebih memilih bisa menikmati kopi yang benar-benar pahit dan menyadari bahwa hidupku manis dibuat-Nya.
Aku dan kopi.
Aku dan hidupku.
Cerita tentang kopi berakhir disini, tetapi hidup tetap berjalan. Hidupku tak pernah sama lagi seperti sebelumnya.
No comments:
Post a Comment